Senin, 22 Februari 2016

Cerpen (Muhasabah)




Aroma obat-obatan di Rumah sakit masih menyumbat penciumanku. Aku sudah lelah dengan semua ini. Kondisi tangan diinfus dan lemah tak berdaya di atas ranjang Rumah sakit.
“Bagaimana keadaanmu Fara? Apa masih sakit?” tanya ibuku yang duduk di sebelahku.
“Sudah tidak sesakit tadi bu,” jawabku pada Ibuku.
Ibuku menghela nafas lega. Sungguh tidak tega melihat beliau begitu cemas dan khawatir dengan keadaanku yang seperti ini. Ingin rasanya aku memeluk beliau dan meminta maaf karena telah merepotkannya. Apalah dayaku, badanku masih sangat lemah karena  baru 10 jam yang lalu aku keluar dari ruangan operasi.  Inilah pertama kalinya aku menjalani operasi karena penyakitku ini. Aku menderita penyakit tumor payudara disaat usiaku 20 tahun. Dapat dikatakan itu adalah usia yang cukup muda untuk mengidap sakit seperti itu. Aku bertanya-tanya dalam hati, apakah aku sakit seperti ini karena dosa-dosa yang pernah aku perbuat?
1 tahun yang lalu, di dalam rumah bercat putih dan berpagar warna hijau. Aku bersama beberapa kawan priaku sedang berbincang-bincang. Meskipun aku wanita namun aku sangat nyaman bila bergaul dengan mereka. Bagiku mereka adalah teman yang solid dan sangat memperhatikanku. Jika salah satu diantara kami memiliki masalah, maka kawan-kawan lain akan membantunya. Baiklah, hal itu adalah sisi positif dari persahabatan kami.
Persahabatan kami sebenarnya tidak sesehat itu. Aku sering mengabiskan malam untuk sekedar begadang dengan mereka dan kadang aku tidak pulang ke rumah. Lama-kelamaan mereka mulai mengajakku untuk ikut minum-minuman keras.
“Ayolah Far minum, kamu enggak solid banget sih,” ajak kawanku bernama Yovi.
Aku hanya menggelengkan kepala dan fokus mengobrol dengan Hardi. Kulihat Yovi menuangkan minuman keras itu kedalam gelas, kemudian menyodorkan gelasnya padaku. Aku masih tetap pada pendirianku untuk tidak minum.
“Far, kamu tau kan kita sahabat solid. Kami makan, kamu juga makan. Kami kelaparan , kamu juga kelaparan. Tunjukin kesetiakawananmu dong  Far. Eh, tapi kamukan anak terpelajar, mana mau ikut gaul seperti kami, “ ungkap Yovi padaku.
Entah bisikan dari setan mana akhirnya akupun geram, kemudian aku mengambil gelas dan meminum isinya hingga habis. Aku merasakan kepalaku sangat pusing namun aku ingin meminumnya lagi. Dosa-dosa yang kuperbuatpun semakin menumpuk. Hingga ada satu dosa yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku. Suatu hari ketika kita sedang kumpul dan mengobrol bersama, temanku yang bernama Hardi dan
pacarnya bernama Erna datang ke base camp kami.

“Kenapa kusut begitu wajahmu har?” Tanya yovi temanku.
“Erna hamil vi,” jawab Hardi pelan.
“Hah? Terus?” tanyaku.
“Far, bantuin Erna gugurin kandunganya sih,” pinta Hardi.
“Aku? Gugurin kemana?” tanyaku pada Hardi.
“Dimana aja yang penting bisa gugur kandungannya. O ya, nih uangnya,” ucap Hardi yang kemudian mengeluarkan amplop warna putih berisi uang.
“Ayo Na,” ajakku pada Erna pergi untuk menggugurkan kandungannya.
Erna hanya menurut dan mengikutiku. Aku segera mengambil motorku yang kuparkirkan tidak jauh dar rumah. Segera kulajukan motorku untuk pergi ke tempat dukun bayi yang bisa membantu orang untuk mengugurkan kandungan. Sekitar 30 menit perjalanan aku menghentikan laju motorku dan masuk ke dalam rumah gribik sederhana itu. Aku menemui nenek-nenek tua yang menjadi dukun anak kemudian aku menceritakan apa maksud dan tujuan kami datang menemuinya.
“Wah, mbak masih muda dan  usianya janinya masih muda. Kemungkinan resikonya besar, ” ucap Nenek itu.
“Tidak apa-apa Nek, yang penting saya bisa menggugurkan janin ini,” ungkap Erna yang akhirnya berani untuk angkat bicara.
Nenek itu segera pergi ke dalam ruangan dan keluar lagi dengan membawa cangkir.
“Minum ini mbak, supaya mempercepat prosesnya,” ucap nenek itu sambil menyodorkan cangkir pada Erna.
Erna segera menengguk habis minuman yang ada di dalam cangkir tersebut. Tidak berapa lama perutnya mulai berkontraksi. Nenek itu segera meminta Erna untuk masuk ke dalam kamar. Akupun hanya menunggu dengan harap-harap cemas. Kudengar Erna menangis dan merintih menahan sakit. Aku nyeri mendengarnya merintih seperti itu, apakah sangat sakit ya?
Kembali lagi di Rumah sakit, aku masih dengan posisi terbaring diatas ranjang. Mataku mulai berair mengingat bagaimana dosa-dosaku di masa lalu. Mungkin sakitku ini adalah teguran dari Allah SWT karena banyaknya dosa yang kulakukan. Ya Allah sang pemilik semesta Alam, sungguh penyakit yang kau berikan telah membuatku lemah tak berdaya. Aku tidak menyangka bisa terbaring tak berdaya seperti ini. Dimana sosok Fara yang sangat kuat untuk begadang dan  terbiasa menengguk minum-minuman haram yang memabukkan?  Dimanakah sosok Fara yang tanpa rasa bersalah membantu orang lain menggugurkan kandungannya, membantu membunuh yang tidak berdosa? Lihatlah, kini Fara hanyalah mahluk lemah tak berdaya diatas ranjang rumah sakit.
Maafkan aku ya Allah atas segala dosa yang pernah kuperbuat dan jadikanlah sakitku ini sebagai penawarnya. Sungguh, hamba sangat malu padaMu atas dosa menjijikkan yang pernah hamba lakukan. Ternyata hamba hanyalah mahluk yang amat kerdil di hadapanMu. Hamba berjanji ya Allah,akan menjadi seorang hamba yang taat pada Rabbnya, menjauhi segala laranganNya, dan semakin memperbaiki diri untuk mendapatkan cintaMu.
“Bu, Fara besok ingin pakai jilbab,” pintaku pada Ibuku.
Ibu tersenyum dan menangis haru sambil membelai rambutku dengan perlahan-lahan.
“Iya, sayang. Besok ibu belikan jilbab baru,” ucap Ibuku
Aku tersenyum bahagia. Ya Allah terimakasih engkau telah memberi hamba kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki diri yang hina ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar