Irawan kembali menatap langit malam yang tidak
berbintang. Kecemasan sangat terlihat di wajahnya yang terlihat berkilau karena
temaram rambulan. Hatinya sangat bimbang dengan apa yang akan dia putuskan.
Dirinya mengingat-ingat kembali perbincangan dengan sahabatnya Hafidz di
pelataran masjid kampus sore hari kemarin.
“Kamu masih berpacaran dengan Hanum?” tanya Hafidz
sambil membuka tasnya untuk mengambil sebuah buku.
Irawan membalas pertanyaan Hafidz dengan senyuman.
“Sudah tau kan hukum pacaran dalam Islam?” tanya
Hafidz dengan mata yang melirik Irawan.
“Aku sudah tau Fidz, tapi aku sangat mencintai Hanum,”
jawab Irawan dengan tatapan nanar memandang kedepan.
“Cinta? apa kau sangat mencintainya?” tanya Hafidz
lagi dengan matanya yang telah siap menunggu jawaban dari Irawan.
Irawan mengangguk dan tersenyum.
“Wan, kau boleh mencintainya tapi jangan kau
ekspresikan cintamu itu dengan berpacaran. Apa dengan berpacaran kau akan
menjadi suaminya? tidak Wan, tidak demikian cara mengekspresikan cinta yang
tulus,” ucap Hafidz dengan tegas.
“Lalu dengan cara bagaimana aku mengekspresikan
cintaku pada Hanum?” tanya Irawan dengan suara yang rendah.
“Dengan cara meninggalkannya. Ya, dengan
meninggalkannya itulah yang dinamakan cinta yang sebenarnya. Kau tentu tidak
ingin seseorang yang kau cintai tersiksa dengan panasnya api neraka karena ulah
pacaran kalian. Ingat ini ya Wan, cinta itu suci maka jangan kau kotori dengan
yang namanya pacaran Wan. Cinta sebelum ada ikatan yang halal hanyalah cinta
yang semu dan mudah rapuh. Percayalah Wan, sejauh apapun kalian berpisah jika
kalian berjodoh maka akan dipertemukan juga,” jelas Hafidz sambil menepuk-nepuk
pelan pundak Irawan.
“Meninggalkannya? aku tidak ingin menyakitinya Fidz.
Setauku Hanum sangat mencintaiku,” ungkap Irawan dengan kepala tertunduk
memandang lantai masjid.
“Jelaskan baik-baik padanya Fidz. Insyaallah dia akan mengerti,” ungkap Hafidz
mantap yang berusaha meyakinkan Irawan.
Kembali lagi, Irawan masih bimbang. Tangannya
menggenggam handphone dan matanya menatap
layar handphone tersebut. Ya Allah,
engkau sang maha cinta. Namun aku juga tidak ingin menyalah gunakan cinta yang
telah Kau beri. Aku hanya ingin cinta ini tetap berada di jalanMu ya Allah. Ya
Allah, kutitipkan cintaku ini padaMu agar terhindar dari berbagai macam
kemaksiatan
. Irawan pun mulai menekan tombol-tombol di handphone dan kemudian meletakkan di telingannya.
“Assalamualaikum,”
ucap seseorang diseberang telefon yang
tidak lain adalah Hanum.
“Waalaikumsalam
num. Maaf mengganggu ada yang ingin kubicarakan,” ucap Irawan
“Ya, ada apa? tumben nada bicaranya serius gitu”, tanya Harum sambil tersenyum.
“Num kau tau kan bahwa aku sangat
mencintaimu?” tanya Irawan.
“Iya, aku tau. Akupun juga sangat mencintaimu,” ujar
Harum diseberang telefon.
Beberapa detik Irawan masih membisu. Dirinya
berusaha untuk memutuskan apa yang terbaik untuknya dan Hanum. Irawan menarik
nafas cukup dalam kemudian memulai kembali percakapannya dengan Hanum.
“Bismilahirrohmanirrohim
aku ingin kita putus num,” ungkap Irawawan.
“Apa? Putus? Kenapa kau meminta kita untuk putus Wan.
Apa karena kemarin aku marah padamu? Baiklah aku minta maaf tentang itu. Hal
itu masih bisa kita bicarakan baik-baik kan? Jangan langsung memutuskan sebelah
pihak seperti itu Wan,” ujar Hanum dengan rasa tidak percayanya karena Irawan
tiba-tiba ingin memutuskan hubungan dengannya.
“Bukan karena itu Num, aku memutuskanmu karena aku
mencintaimu. Aku tidak ingin kita jadi berdosa karena telah melanggar syariat agama. Mengertilah Num, ini yang
terbaik untuk kita berdua,” jelas Irawan dengan suara yang lembut agar Hanum
bisa mengerti.
“Tapi aku sangat mencintaimu Wan,” ungkap Hanum.
“Aku tau hal itu Num, namun cintamu saat ini
selayaknya kau prioritaska pada Allah SWT, Rasulullah SAW, dan orangtuamu. Aku
pun juga begitu, saat ini yang dapat kita lakukan adalah memperbaiki diri dan
mendekatkan diri pada Ilahi. Jodoh akan datang tanpa jalan berpacaran Num.
Terlepas jodohmu itu diriku atau bukan. Tapi aku yakin jika kau mau untuk
memperbaiki diri maka jodohmu juga pasti sedang memperbaiki diri,” jelasku pada
Hanum dan berusaha untuk lebih meyakinkannya.
Terdengar Hanum sedang terisak diseberang telefon.
“Iya Wan aku mengerti, terimakasih telah memberiku
pengertian. Aku sadar, bahwa aktifitas berpacaran kita ini dilarang oleh Allah
SWT. Aku percaya entah jodohku itu dirimu atau bukan. Tetapi aku ingin menjemput
jodohku dengan jalan yang diridhoi oleh Ilahi. Bismilahirrohmannirohim, aku menerima pernyataan putus darimu Wan.
Semoga kita bisa istiqomah dalam menjalankan syariat-Nya,” ucap Hanum sambil menahan tangis dan tersenyum.
Tangisan Hanum bukan karena hubungannya yang kandas. Tetapi karena dia merasa
hatinya seperti terpecik embun keimanan. Hanum sadar dirinya kini masih
berlumur dosa. Namun kata-kata Irawan telah mampu menyadarkan dirinya bahwa
mungkin masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri.
“Baiklah Num, terimakasih atas segala pengertian.
Semoga kita mampu memperbaiki diri menjadi insan yang lebih baik lagi, wassalamualaikum num,” Irawan mengakhiri
pembicaraanya dengan Hanum.
“Waalaikumsalam
Wan,” balas Hanum sambil tersenyum.
Irawan tersenyum bahagia. Ternyata memutuskan
hubungan haram yang selama dia jalani tidaklah sulit. Meski awalnya bimbang,
ragu, dan takut tapi ternyata Allah SWT tidak pernah menyulitkan hambanya.
Namun terkadang hamba-hambaNya lah yang mempersulit dirinya sendiri. Saat ini
yang terbesit difikiran Irawan adalah bagimana caranya untuk semakin
mendekatkan diri kepada sang Ilahi dan Istiqomah dijalanNya. Cinta tidaklah
pernah salah, namun manusia sering menyalahgunakan cinta sebagai pembenaran
dari pelampiasan nafsu belaka. Cinta tidaklah selalu menyakitkan, namun manusia
sering menyakiti dirinya sendiri dengan mengatasnamakan cinta. Cinta itu fitrah
dari Allah SWT jangan dikotori dengan nafsu yang dibungkus dengan cinta yang
semu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar