“mbak, ayo
cepetan,nanti kita kehujanan” ucap nafisha adikku yang sedang aku bonceng.
“ iya sabar sha, padat merayap begini mana bisa
ngebut” ucapku sambil tetap fokus mengendarai motor matic merahku.
Beberapa saat kemudian hujan mulai turun.
“tuh kan mbak, ish kenapa malah hujan sih. Kan lagi
di jalan mana kita enggak bawa mantel ” rajuk nafisha
“hush, kalau hujuan itu harusnya doa , bukannya
mengeluh begitu” tegurku pada nafisha.
“iya , Allahuma sayiban nafi’an. mbak, jangan
marah-marah cepet tua loh ntar” ucap
adikku.
“nha gitu, mbak ndak marah adikku sayang. Mbak Cuma
ngingetin aja” ucapku sambil tersenyum.
Allahuma
sayiban nafi’an, ya Allah semoga hujan yang KAU turunkan menjadi berkah dan
semoga kami selamat sampai tujuan.
Sepuluh menit kemudian aku Ainiya Faida Azmi dan adikku nafisha sudah sampai di rumah. Kami
tinggal bersama nenek di solo. Sementara orangtua kami tinggal di bantul
jogjakarta. Aku sengaja memilih tinggal bersama nenek karena selain menemani
nenek yang tinggal sendirian, aku juga bekerja di perusahaan percetakan dan
penerbitan sebagai wakil kepala staf HRD. Adikku Nafisha Fahrana juga ikut
bersamaku karena dia ingin melanjutkan sekolah di salah satu SMP favoritnya di
Solo. Alhasil aku dan adikku hanya bisa pulang ke rumah orang tua sekitar
seminggu sekali atau dua minggu sekali.
“Assalamualaykum nek” ucapku dan nafisha.
“wa’alaykumsalam, kok bisa basah kuyup begitu
to? “ tanya nenek dengan nada khawatir.
“iya, tadi nekat nek” ucapku sambil mencium tangan
nenek yang kemudian di susul oleh adikku nafisha.
“yasudah, kalian buruan mandi nanti masuk angin,
nenek buatkan wedang jahe. Oh ya niya Hpmu tadi ketinggalan ya? Tadi bunyi
terus tuh ” ucap nenek dan langsung berjalan ke dapur untuk membuatkan kami
wedang jahe.
“iya nek, lupa bawa” ucapku sambil berjalan menuju
kamar.
Ba’da isya aku baru sempat memegang handphone dan
ada 3 panggilan tak terjawab dari kak farid. Aku langsung mengirim pesan ke kak
farid.
“Assalamualaykum, afwan ada apa ya kak ? tadi Hpnya
ketinggalan “ balasku.
Kemudian Handphoneku berdering dan langsung aku
angkat telfon darinya.
“Assalamu’alaykum” ucapku
“Wa’alaykumsalam , ida. Gimana kabarnya ?” tanya kak
farid dari ujung telfon.
“alhamdulilah sehat, kakak gimana, sehat kan?
Tanyaku balik.
“alhamdulilah sehat , ida.. langsung saja ya. Ada yang mau
kakak sampaikan” ucapnya.
“iya, apa kak?” tanyaku penasaran.
“afwan jidan sebelumnya ya da, maaf kalau yang kakak
sampaikan mungkin tidak mengenakkan hatimu. Kakak tau, kakak mungkin salah
karena kakak pernah memberikan harapan padamu untuk menjadi teman setia kakak
kelak. Tapi Allah maha pembolak balik hati hambanya. Jadi begini da, waktu itu
kakak ikut pelatihan sebelum mengikuti seleksi perekrutan calon dosen. Disitu
kakak berkenalan dengan seorang akhwat yang ditemani oleh kakak perempuannya.
Pertama melihatnya wajahnya terlihat teduh. Disitu kakak dan teman kakak
kemudian dia dan kakak perempuannya berbincang-bincang mengenai perekrutan
dosen hingga perbincangan bisnis. Dari situ kakak tau nama akhwat itu, dia
bernama hasna nabila. Kemudian kami
berempat saing bertukar nomor handphone. Selang beberapa waktu kakak dan dia
saling berkomunikasi, tiba-tiba timbulah benih-benih cinta karena komunikasi itu.
Kakak bingung da, karena hampir setiap hari kakak teringat dengannya. Kemudian
kakak konsultasi ke murrobi kakak dan beliau menyarankan kakak untuk langsung
menghitbah nabila. Karena kakak sudah tidak mampu membendung perasaan kakak
yang semakin membuncah. Kakak langsung sholat istiqarah meminta petunjuk dari
Allah. Kakak meminta petunjuk , apakah kakak akan memilih untuk menghitbahmu
atau menghitbah nabila” cerita kak farid panjang lebar.
Aku menghela nafas sebentar. Ya Allah, siapakah yang
dia pilih? Kenapa aku sangat takut jika aku bukanlah wanita yang dia pilih.
“ kemudian, pilihan itu jatuh ke siapa kak?” tanyaku
dengan nada sedikit gugup.
“kakak... , kakak memilih untuk menghitbah..”
ucapannya terputus.
“siapa kak?” tanyaku
“nabila” jawabnya pelan.
Dadaku langsung sesak, mataku mulai panas. Aku tidak
ingin menangis. Tapi kenapa air mata ini sulit untuk dibendung.
“oo, insyaAllah pilihan terbaik” ucapku dengan suara
menahan tangis.
“afwan ya da, maafkan diriku yang tidak konsisten
ini. Maafkan aku yang pernah memberimu harapan seperti itu. Kakak sudah menghitbahnya,
insyaAllah akad dilaksanakan 2 bulan lagi” ucapnya lagi.
“ barakallah ya kak, semoga diperlancar prosesnya”
ucapku yang memaksakan diri untuk tetap terlihat tegar.
“iya, sekali lagi afwan ya da. Semoga kelak kamu
mendapatkan calon imam yang baik,taat, serta mampu menjagamu dengan baik” ucapnya.
“aamiin kak” ucapku sambil menghela nafas.
“sudah dulu ya da, assalamu’alaykum”
“wa’alaykumsalam” ucapku, tanganku langsung lemas
sehingga handphone yang kugenggam terjatuh ke lantai. Aku menangis, meski aku
berusaha sekuat tenaga untuk tetap tegar, tapi aku tidak bisa. Aku menutup
wajahku dengan kedua telapak tanganku. Ya Allah , tegarkan dan ikhlaskanlah
hatiku untuk menerima semua keputusanmu. Aku tau ini pasti yang terbaik untukku
dan kak farid. Aku segera mengambil wudhu dan tilawah Al-Qur’an agar hatiku
menjadi tenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar