Jumat, 12 Desember 2014

Cerber bag 1 (Perpisahan pun dimulai)



 “mbak, ayo cepetan,nanti kita kehujanan” ucap nafisha adikku yang sedang aku bonceng.
“ iya sabar sha, padat merayap begini mana bisa ngebut” ucapku sambil tetap fokus mengendarai motor matic merahku.
Beberapa saat kemudian hujan mulai turun.
“tuh kan mbak, ish kenapa malah hujan sih. Kan lagi di jalan mana kita enggak bawa mantel ” rajuk nafisha
“hush, kalau hujuan itu harusnya doa , bukannya mengeluh begitu” tegurku pada nafisha.
“iya , Allahuma sayiban nafi’an. mbak, jangan marah-marah cepet tua loh ntar”  ucap adikku.
“nha gitu, mbak ndak marah adikku sayang. Mbak Cuma ngingetin aja” ucapku sambil tersenyum.
Allahuma sayiban nafi’an, ya Allah semoga hujan yang KAU turunkan menjadi berkah dan semoga kami selamat sampai tujuan.
Sepuluh menit kemudian aku Ainiya Faida Azmi dan adikku nafisha sudah sampai di rumah. Kami tinggal bersama nenek di solo. Sementara orangtua kami tinggal di bantul jogjakarta. Aku sengaja memilih tinggal bersama nenek karena selain menemani nenek yang tinggal sendirian, aku juga bekerja di perusahaan percetakan dan penerbitan sebagai wakil kepala staf HRD. Adikku Nafisha Fahrana juga ikut bersamaku karena dia ingin melanjutkan sekolah di salah satu SMP favoritnya di Solo. Alhasil aku dan adikku hanya bisa pulang ke rumah orang tua sekitar seminggu sekali atau dua minggu sekali.
“Assalamualaykum nek” ucapku dan nafisha.
“wa’alaykumsalam, kok bisa basah kuyup begitu to? “ tanya nenek dengan nada khawatir.
“iya, tadi nekat nek” ucapku sambil mencium tangan nenek yang kemudian di susul oleh adikku nafisha.
“yasudah, kalian buruan mandi nanti masuk angin, nenek buatkan wedang jahe. Oh ya niya Hpmu tadi ketinggalan ya? Tadi bunyi terus tuh ” ucap nenek dan langsung berjalan ke dapur untuk membuatkan kami wedang jahe.
“iya nek, lupa bawa” ucapku sambil berjalan menuju kamar.
Ba’da isya aku baru sempat memegang handphone dan ada 3 panggilan tak terjawab dari kak farid. Aku langsung mengirim pesan ke kak farid.
“Assalamualaykum, afwan ada apa ya kak ? tadi Hpnya ketinggalan “ balasku.
Kemudian Handphoneku berdering dan langsung aku angkat telfon darinya.
“Assalamu’alaykum” ucapku
“Wa’alaykumsalam , ida. Gimana kabarnya ?” tanya kak farid dari ujung telfon.
“alhamdulilah sehat, kakak gimana, sehat kan? Tanyaku balik.
“alhamdulilah sehat , ida.. langsung saja ya. Ada yang mau kakak sampaikan” ucapnya.
“iya, apa kak?” tanyaku penasaran.
“afwan jidan sebelumnya ya da, maaf kalau yang kakak sampaikan mungkin tidak mengenakkan hatimu. Kakak tau, kakak mungkin salah karena kakak pernah memberikan harapan padamu untuk menjadi teman setia kakak kelak. Tapi Allah maha pembolak balik hati hambanya. Jadi begini da, waktu itu kakak ikut pelatihan sebelum mengikuti seleksi perekrutan calon dosen. Disitu kakak berkenalan dengan seorang akhwat yang ditemani oleh kakak perempuannya. Pertama melihatnya wajahnya terlihat teduh. Disitu kakak dan teman kakak kemudian dia dan kakak perempuannya berbincang-bincang mengenai perekrutan dosen hingga perbincangan bisnis. Dari situ kakak tau nama akhwat itu, dia bernama hasna nabila.  Kemudian kami berempat saing bertukar nomor handphone. Selang beberapa waktu kakak dan dia saling berkomunikasi, tiba-tiba timbulah benih-benih cinta karena komunikasi itu. Kakak bingung da, karena hampir setiap hari kakak teringat dengannya. Kemudian kakak konsultasi ke murrobi kakak dan beliau menyarankan kakak untuk langsung menghitbah nabila. Karena kakak sudah tidak mampu membendung perasaan kakak yang semakin membuncah. Kakak langsung sholat istiqarah meminta petunjuk dari Allah. Kakak meminta petunjuk , apakah kakak akan memilih untuk menghitbahmu atau menghitbah nabila” cerita kak farid panjang lebar.
Aku menghela nafas sebentar. Ya Allah, siapakah yang dia pilih? Kenapa aku sangat takut jika aku bukanlah wanita yang dia pilih.
“ kemudian, pilihan itu jatuh ke siapa kak?” tanyaku dengan nada sedikit gugup.
“kakak... , kakak memilih untuk menghitbah..” ucapannya terputus.
“siapa kak?” tanyaku
“nabila” jawabnya pelan.
Dadaku langsung sesak, mataku mulai panas. Aku tidak ingin menangis. Tapi kenapa air mata ini sulit untuk dibendung.
“oo, insyaAllah pilihan terbaik” ucapku dengan suara menahan tangis.
“afwan ya da, maafkan diriku yang tidak konsisten ini. Maafkan aku yang pernah memberimu harapan seperti itu. Kakak sudah menghitbahnya, insyaAllah akad dilaksanakan 2 bulan lagi” ucapnya lagi.
“ barakallah ya kak, semoga diperlancar prosesnya” ucapku yang memaksakan diri untuk tetap terlihat tegar.
“iya, sekali lagi afwan ya da. Semoga kelak kamu mendapatkan calon imam yang baik,taat, serta mampu  menjagamu dengan baik” ucapnya.
“aamiin kak” ucapku sambil menghela nafas.
“sudah dulu ya da, assalamu’alaykum”
“wa’alaykumsalam” ucapku, tanganku langsung lemas sehingga handphone yang kugenggam terjatuh ke lantai. Aku menangis, meski aku berusaha sekuat tenaga untuk tetap tegar, tapi aku tidak bisa. Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku. Ya Allah , tegarkan dan ikhlaskanlah hatiku untuk menerima semua keputusanmu. Aku tau ini pasti yang terbaik untukku dan kak farid. Aku segera mengambil wudhu dan tilawah Al-Qur’an agar hatiku menjadi tenang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar