Niya melangkah dengan cepat menuju ruangannya
setelah keluar dari ruangan manajernya. Dia ditugaskan untuk menjadi editor
buku terbaru seseorang yang memiliki nama pena ‘ Wanmande’. Niya sempat menolak
untuk dijadikan editor, karena dia belum pernah menjadi editor sebelumnya dan
itu bukan bidangnya. Tapi manajernya terus meminta niya karena semua editor
sedang sibuk menggarap banyak buku dan manajer mengetahui bahwa niya memiliki
kemampuan yang baik di dunia penulisan. Mau tidak mau niya pun menyanggupinya,
karena manajernya terus memohon.
Keesok harinya niya sudah memiliki janji dengan
kliennya atau lebih tepatnya penulis yang buku terbitannya akan diedit oleh
niya. Niya menunggu di Rumah makan MI ROSO di dekat kantornya bekerja.
“huft..” iya menghela nafas sambil melihat jam.
“ya, kita datangnya terlalu cepat jadi kita kelamaan
nunggu” ucap nindya rekan kerja niya sambil meminum es cendolnya.
“iya sih, Cuma..” ucapan niya terhenti karena
handphonnya berdering kemudian niya mulai bercakap-cakap dengan seseororang di
seberang telefon.
“hmm..” ucap niya setelah selesai menanggkat
telefonnya.
“siapa ni? Mas wanmande ya ?” tanya nindya.
“iya nin, duh aku kok deg-degan ya, aku kan bukan
seorang editor tapi...” ucapan niya terpotong.
“Assalamualaykum” ucap seorang laki-laki yang
tiba-tiba sudah berada di depan meja mereka.
“wa’alaykumsalam “ ucap niya yang kemudian menujukan
pandangannya ke laki-laki tersebut dan niya nyaris tersentak kaget karena
melihat siapa yang dilihatnya saat ini.
Hah...
wanmande itu kak haris . Ahmad Haris Al-Hadi.
“ssilahkan duduk “ ucap niya dengan nada gugup.
“yapz, oh ya kita belum berkenalan ya? Perkenalkan
nama saya Ahmad Haris Al-Hadi, nama kalian siapa?” tanya haris dengan senyum
simpulnya.
“Nama saya nindya rana ” ucap nindya sambil
tersenyum.
“Nama saya Ainiya Faida Azmi, bisa dipanggil niya”
Ucap niya dengan nada yang kembali normal.
“kita langsung saja ke topik ya. Jadi ini merupakan Novel pertama saya, saya belum pernah
menulis novel karena saya lebih berfokus pada kumpulan cerpen dan buku self
development, jadi saya sangat meminta bantuan saudari editor untuk membantu
saya” ucap haris to the point.
“em, jadi begini sebenarnya diperbitan kami sedang
kekurangan editor. Jadi saya sebagai staf HRD ditunjuk oleh manajer untuk
menjadi editor anda, ini sebenarnya bukan ranah kerja saya tapi saya berjanji
akan bekerja sebaik mungkin” ucap niya jujur.
“oke, tidak masalah karena ini sama-sama jadi
pengalaman pertama kita. Jadi mari kita bekerjasama dengan baik “ ucap haris
sambil tersenyum. Ya dengan senyum ramahnya.
“oke” ucap niya diiringi senyum simpulnya.
Niya dan haris semakin sering berkomunikasi lewat
telfon ataupun bertemu secara langsung untuk membahas keberlanjutan naskah
haris. Dan tentu saja thalita sebagai sahabat niya yang juga ngefans dengan
haris selalu menemani niya bertemu dengan haris. Niya menyadari bahwa sosok
haris memang dapat dikatakan nyaris sempurna.
“kak haris ramah dan baik banget tha” ungkapan yang
selalu niya ucapkan pada thalita.
Thalitha mulai menyadari sahabatnya yang satu ini
bukan hanya kagum tapi juga menyukai haris. Thalita masih ingat bagaimana pipi
niya terlihat merah ketika haris memuji bagaimana ketelitian niya dalam
mengedit naskah novel itu hingga novel itu terlihat semakin layak untuk
diterbitkan. Thalita tersenyum ketika sosok haris ternyata mampu hadir untuk
mengobati luka niya yang ditiggal menikah oleh farid. Mengingat sakit hati dan
tangisan niya rasanya semua sudah tertebus dengan hadirnya haris saat ini. Semoga
haris tidak mengecewakan niya, itu satu-satunya harapan thalita.
1 bulan proses pengeditan novel pun selesai. Novel
yang berjudul MENIT BERHARGA DI BAWAH POHON MAPLE karangan Wanmande atau Ahmad Haris Al-hadi
telah terbit. Tentu saja haris menuliskan say thanks kepada editornya yang
telah membantunya dalam menggarap novel itu.
Niya tersenyum bahagia kali ini dia sukses
mengerjakan tugas yang sebenarnya bukan menjadi ranah kerjanya. Dirinya dan
haris ibarat tim yang saling mendukung satu sama lain. Tapi niya sadar,
terbitnya novel itu berarti terhentilah kerjasamanya dengan haris. Berarti tidak
ada waktu lagi untuk berdiskusi bersama membahas penggarapan novel, berbincang
mengenai buku self development, dan cita-cita mereka yang belum tergapai. Andai
haris tahu, jika selama ini niya menganggap haris lebih dari rekan kerja.
Hari ini niya memutuskan untuk pergi ke tempat
favoritnya yaitu toko buku. Niya kali ini berencana untuk membeli novel yang
ditulis oleh haris. Baru melangkah masuk ke toko buku mata niya langsung
menemukan yanng dicarinya. Novel berjudul MENIT BERHARGA DIBAWAH POHON MAPLE bertengger
di rak best seller. Niya langsung berjalan menuju rak itu dan segera mengambil
novel itu.
Oopss, novel yang akan niya ambil sudah didahului
oleh orang lain. Niya kemudian menatap orang itu, niya seperti pernah melihat
sosok pria tapi entah kapan dan dimana.
“eh maaf mbak” ucap lelaki itu sambil tersenyum.
“eh, iya tidak apa-apa” jawabku sambil membalas
senyumnya.
“novel baru tetapi sudah menjadi beset seller ya”
ungkapnya sambil melihat-lihat sampul belakang novel itu.
“iya, novel itu sangat menginspirasi. Bagaimana seseorang
bisa bertahan menghadapi berbagai tekanan, kegagalan dan cobaan hidup yang ada.
Seseorang yang sering gagal namun tidak pernah menyerah. Di bawah pohon maple
itulah seseorang menghabiskan menit-menit berharganya untuk membuat sebuah
mahakarya yang indah” cerita thalita.
“wah, mbak sudah pernah membacanya ya atau mbak
editornya?” tanya lelaki tersebut antusias.
Niya menyeritkan dahi, bagaimana bisa pertanyaanya
langsung menjurus ke editor. Niya mengulaskan senyum sebelum menjawab.
“iya, saya memang editornya” jawab niya yang
kemudian mengambil novel tersebut dari raknya.
“o ya, saya ke rak bagian psikologi ya” ucap niya
pamit sambil tersenyum dan membalikkan badan.
Tanpa niya sadari lelaki itu mengamati kepergian
niya sambil tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar